MASA TERBERAT
Pemuda kampung itu udah resmi keterima di kampus yang jadi salah satu mimpinya dari kelas 8. Sekarang dia ngadepin hal yang paling berat buat dirinya. Hal ini pernah dia hadapin pas masuk SMP dulu, tapi dia kalah dan mencari jalan lain. Beruntung pas SMA dia bisa ngelaluin hal itu karena ada bantuan dari ingatannya. Hal yang paling dia takuti itu ialah, adaptasi.
Dia pernah benar-benar gak berkutik ketika di minta sama keadaan buat adaptasi di sekolah barunya pas SMP. Akhirnya dia milih pindah ke sekolah yang emang banyak temen SD-nya disana. Pas SMA dia selamat karena ngerasa ada orang yang dia kenal sebelumnya. Orang yang datang dari masa lalu, orang yang ia tau bahwa dia pernah satu kelas di SMP sebelum dia pindah. Dia merasa bisa mengobrol dengan orang itu.
Tapi sekarang, ada dimana dia? Siapa orang yang ia kenal disana? Apa dia bisa bertahan untuk akhirnya bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya? Lingkungan yang benar-benar asing untuknya? Meski ini adalah mimpinya tapi yakinlah bahwa ngejalanin mimpi tak seindah saat kita masih bermimpi. Masih mengejar-ngejar dan berdarah-darah karenanya. Mendapatkan mimpi akan membawamu ke sebuah puncak bukit, dan disana akan muncul sebuah pertanyaan, "apa selanjutnya?"
Setiap malam dia tersiksa di tempat baru itu. Udaranya tak biasa, perutnya terasa sakit, kerongkongannya serasa kering. Ia sulit mengakrabkan diri dengan orang lain, pun ia merasa bingung ketika ada seseorang yang mencoba menjadikannya teman. Masa-masa awal itu adalah masa terberat ketika dia sudah mendapatkan mimpinya. Mimpi yang pada akhirnya ia rasa terlalu pendek dan kecil. Mimpi yang tak disertai mimpi-mimpi selanjutnya. Mimpi yang hanya tentang dirinya dan ambisinya, tak melibatkan hal lain.
Memang entah dari kapan dia memiliki keyakinan bahwa "tak ada hal yang lebih rendah daripada seorang lelaki yang tak bisa membuktikan ucapannya," hingga dia berusaha sekuat tenaga agar bisa membuktikan ucapannya untuk bisa masuk sekolah tinggi tapi tak tau bagaimana setelah itu. Di masa-masa ketersiksaan awal masa kuliah itu dia bahkan sempat berpikir tak ingin melanjutkan siksaannya, tak apa karena ucapannya telah terbukti. Jika ia tinggalkan mimpinya, ia bahkan tak harus merasa telah mengingkari ucapannya sendiri, bukan? Ia telah membuktikannya.
Sungguh, perjalanan menegangkan dan penuh perjuangan itu harus dinikmati dengan sungguh-sungguh. Sakitnya, perihnya, capeknya, susahnya, semuanya terasa sangat manis ketika telah berada di ujungnya. Tapi sekali lagi, buatlah mimpimu bertingkat, berlapis dan bergerak. Karena, akan selalu dibutuhkan mimpi yang lebih tinggi agar bisa menjalani mimpi yang telah didapati.
Dia telah membuktikannya.
Ini adalah foto ospek jurusannya. Foto teman sekelasnya. Jika boleh jujur, susah sekali sebenarnya bagi dia agar bisa mengakrabkan diri dan mengukuhkan tempat diantara mereka, apalagi hanya bertemu sesekali saja. Butuh waktu yang lebih lama nampaknya agar dia bisa bercanda dengan teman sekelasnya itu, atau bahkan sekedar berdiskusi tentang tugas di masa ia belum mempunyai ponsel pintar. Tapi bagaimanapun sulitnya itu, teman sekelasnya telah memberi dia pelajaran berharga, tentang keberagaman tanpa peperangan, tentang bagaimana setiap orang memandang kehidupan, tentang saling menghargai dan tak saling menjatuhkan dan tentang kenangan yang suatu saat bisa diceritakan.
Meski awal mimpinya berat, dia akhirnya dapat melewati semua meski dengan banyak bantuan. Sabarlah, semua memang akan indah pada waktuya. Jika diusahakan.
Tidak ada komentar: