HARAPAN DAN EKSPEKTASI
Dariku, untukmu dan diriku.
Sebagai seorang manusia, kita seringkali salah menempatkan sesuatu di tempat yang tak seharusnya. Atau malah kita juga kadang tidak ingat bahwa kita telah menyimpan sesuatu padahal sudah di tempatnya atau ada di tangan kita. Pernah merasakan atau melihat seseorang yang kesana kemari mencari kacamata yang bisa kita lihat ada di kepalanya? Atau seseorang yang kaget mencari kunci kendaraannya karena tak benar mencari di dalam saku celananya? Yaa manusia memang tak luput dari sifat pelupa dan kesalahan.
Seseorang menaruh uang di kamar mandi karena uangnya terbawa di saku celana yang ia pakai sebelum mandi. Setelah itu ia tersadar jika ia tak membawa uang ketika sudah sampai di tempat tongkrongan bersama teman. Mending jika itu dengan teman, jika ia pergi sendiri? Mungkin ia tak bisa pulang jika di jalan roda kendaraanya tertusuk paku. Dan, begitupun soal perasaan. Manusia kadang salah menempatkan atau terlupa hingga ia mengharapkan sesuatu yang harusnya tak terlalu ia harapkan.
Kebanyakan orang berkata bahwa jangan pernah menyimpan harapan pada suatu hal. Tapi aku tak sependapat, berharaplah sewajarnya kepada suatu hal namun jangan kau berekspektasi keterlaluan. Ekspektasi-lah yang membunuh harapan, tapi harapan jugalah yang menumbuhkan ekspektasi. Harus ada jalan tengah yang menyatukan keduanya, membatasi ekspektasi tapi tetap memelihara harapan. Tanpa harapan, manusia tak bisa menjalani kehidupan. Ia akan mati bahkan sebelum nyawanya dijemput dan jiwanya diadili.
Dulu, aku adalah seseorang yang selalu berekspektasi tinggi. Tapi seiring berjalannya waktu, aku jadi terbiasa untuk menyimpan harapan nyaris tanpa ekspektasi. Berjalan penuh semangat membayangkan terwujudnya suatu harapan, namun tetap menyiapkan diri jika seandainnya harapan itu tak bisa jadi kenyataan. Dunia sudah terlalu pasti, dipadati oleh hal-hal yang memang harus terjadi. Berekspektasi sesuka hati hanya akan membuat hidup kita terfokus pada apa yang kita bayangkan hingga seringkali kita lupa menaruh dimana kunci kendaraan kita disimpan, dimana kacamata kita yang ingin dipakai.
Aku telah memelihara harapan ini mungkin lebih dari tujuh tahun yang lalu. Menyiraminya dengan air dan memastikannya terkena sinar matahari agar ia tetap bisa tumbuh. Tak jarang seseorang menawarkan setangkai lain yang bahkan sudah siap untuk mekar, namun aku berusaha tak mengabaikan karena ada sebagian dari pikiranku berkata bisa jadi harapan yang kau rawat itu kan berbunga lebih indah dari apa yang orang lain berikan itu. Selama bertahun ku rawat dengan ekspektasi tinggi, membayangkan jika saatnya nanti tumbuh bunga dan mekar bersama. Merasakan keindahan yang menutup semua keindahan lain di muka bumi. Merubah setiap karya seni jadi tak berbentuk hingga keindahan hanya terfokus di satu titik, bunga harapanku saja.
Namun entah aku beruntung atau tidak, seiring berjalannya waktu aku mulai bisa menurunkan ekspektasi tanpa kehilangan harapan. Aku tetap memeliharanya sambil membayangkan jika saja ia mekar bukan ditanganku, apakah aku siap menerimanya? Apa aku akan sanggup melihat harapanku layu padahal telah ku jaga ia bertahun-tahun lamanya? Membayangkan sesakit apa rasanya jika itu terjadi suatu saat nanti. Dan seiring berjalannya waktu, pertanyaan-pertanyaan seperti itu makin sering menghampiriku. Kadang kucoba membuat simulasi dalam pikiranku tentang hal itu, hingga akhirnya aku tahu bahwa ekspektasiku terlalu tinggi dan kuputuskan untuk tak membuatnya lebih tinggi. Cukup kubayangkan ia layu dihadapanku dan aku akan terbeas dari rasa tanggung jawab merawatnya. Merawat harapan yang takkan jadi kenyataan dan membiarkan bunga jenis ini mekar dengan indah di sisi lain daratan ini atau sebrang lautan sana.
Mungkin aku telah menolak bentuk bunga lain yang diberikan kepadaku demi sesuatu yang belum pasti akan menjadi bunga nantinya. Mungkin aku juga banyak mematahkan tangkai harapan orang lain tanpa pernah aku menyadarinya. Dan kuyakin banyakk bunga tumbuh di sekitarku tanpa aku pernah memerhatikannya. Hingga jika harapanku layu saat nanti, tak peduli berapa lama aku merawatnya, menyiramnya dan menjemurnya, bukan berarti aku tak bisa menikmati keindahan bunga mekar dihadapanku. Justru aku akan lebih bisa menikmati pemandangan mekarnya padang bunga harapan setiap orang yang telah mereka rawat masing-masing. Berwarna warni dan penuh keceriaan. Penuh kesenangan dan tawa kebahagiaan.
Aku tahu masih banyak orang dengan harapannya yang dijaga. Mungkin lebih lama ia merawatnya, atau baru saja ia mendapatnya dan ekspektasi yang menjulang tinggi melebihi semesta. Aku takkan menyalahkan orang-orang itu, hanya saja cobalah untuk membatasi ekspektasimu dan tak perlu terlalu memaksakan diri merawat harapanmu. Cukup kau tahu jika kau mengharapkannya, dan persiapkanlah untuk membuka mata melihat keindahan lain yang tak hanya datang darinya saja. Peganglah erat hatimu, hingga ia tak ikut jatuh bersama daun terakhir yang gugur dari tangkai harapan yang kau jaga itu.
Aku tak merasa salah dalam menempatkan harapan, aku hanya salah dalam mengharapkan sesuatu. Layaknya aku yang tak merasa bersalah mengharapkan secangkir kopi, aku hanya salah karena mengharapkan kopi itu akan terasa manis untukku. Dan aku tak merasa salah karena mengharapkan bunga mawar, aku hanya salah karena mengharapkan jika bunga itu tak akan melukaiku. Bunga harapanmu tumbuh dalam hatimu, dan kau bertanggungjawab penuh atas mekar dan layunya, hidup dan matinya. Tak peduli jika ia berhubungan dengan seseorang diluar sana, orang itu tak memiliki kewajiban membantu mekarnya bunga harapanmu, karena ia juga memiliki harapan yang ia jaga, ia rawat dan ia percaya. Mungkin lebih lama ia merawatnya.
Genggam hatimu erat, dan ikutlah berbahagia.
Dariku, orang yang berterimakasih.
Harapanku terhenti, tapi tetap bisa merasakan keindahannya.
Nb: Password HP harus ganti, kode nomor di status mungkin gak bakal dibuat lagi, dan sisanya akan diselesaikan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Tendjolaja, 25 Djuni 2020
Atas nama diri sendiri, Koesmijadi.
Tidak ada komentar: