(Teori) Garis dan Bentuk Pertemanan

Maaf jika aku membicarakan masa lalu.
Tulisan ini agak panjang & gambarnya sedikit.
(Mengandung sedikit kata-kata yang menjijikkan bagi sebagian orang)
http://www.nst.com.my
Sebenarnya menurutku tak ada yang bisa diambil dari masa lalu selain pelajaran. Kita tak sepatutnya mengambil kesedihan, pun tak sepantasnya membanggakan sesuatu darinya. Itu hanya masa yang telah berlalu, waktu yang tak mungkin bisa kembali meski perasaan yang kau rasakan waktu itu masih bisa kau rasakan lagi dan lagi.

Tulisan ini bukan sebagai pembelaan, bukan pula pencarian kebenaran atau kesalahan. Aku hanya menuliskan sesuatu yang baru aku sadari dan baru aku mengerti saat ini. Kejadiannya sudah agak lama, dan hanya terbagi dengan beberapa orang saja meski kita berlima belas mungkin mengetahuinya.

Sekarang aku belum sempat menulis tentang teman lain yang kudapati mereka semasa terakhir belajar dengan mengenakan seragam. Ini masih tentang keluarga tanpa ikatan darahku, Abhinaya Sakti. Sebelumnya baik kalian tahu dahulu bagaimana sifatku, menurut diriku.

Menurutku, aku adalah seorang extrovert yang terjebak dalam jiwa introvert. Aku bagai seekor katak ketika diguyur hujan, namun memiliki jiwa dan rupa layaknya seekor kura-kura yang tak pernah bicara. Kalian tahu seekor tupai yang tampak lucu namun ketika ia mulai mengenalmu, lalu ia mengencingimu? Ya, seperti itulah diriku. Sebagian mungkin telah mengetahui itu.
Ketika kita masih tak saling kenal dan jika sendainya kita tak saling kenal, pasti kalian tak akan pernah mendengarku bicara, apalagi menyapa salah satu dari kalian dan mengajak makan bersama. Namun sekarang, kalian mengenalku dan ketika bertemu, aku menyapa. Bahkan ketika tak saling bertemupun aku masih bisa mengajak kalian makan bersama.

Lebih dari itu, adakalanya aku berbicara suatu hal yang tak penting sama sekali untuk dibicarakan, tidak ada sangkut pautnya dalam pembicaraan dan terkadang menyakiti salah satu dari kalian (ah kawan, kau yang sudah mengenalku sejak dari bangku SMA, ternyata aku tak berubah sama sekali).

Kalian sekarang telah melihat katak yang tersembunyi dalam tempurung kura-kura dan jika aku seekor tupai, mungkin aku telah menandai tangan-tangan kalian dengan aroma yang akrab ku kenal. Aku tak lagi introvert, atau bersifat seperti itu dihadapan kalian.
Aku telah menjadi diriku.

Dulu
Semenjak aku bisa berinteraksi dengan manusia selain keluargaku, aku selalu memiliki hanya sedikit teman, hanya sedikit. Hingga bangku SD, teman yang bisa benar-benar kuanggap sebagai teman atau bisa dibilang sahabat karena bisa menghabiskan waktu hingga maghrib menjelang dari sepulang sekolah, hanya sekitar empat orang saja. Empat orang, kalian bisa bayangkan?

Memang di sekolah aku juga memiliki teman, tapi tak lebih dari dua orang di setiap tahunnya yang bisa aku anggap sebagai teman, mereka dekat hanya setahun itu saja. Tak heran aku selalu bermain dengan empat orang (teman diluar sekolah) itu, makan bersama, berpetualang bersama, dimarahi bersama, hingga nyaris tak ada momen kebersamaan yang terlewatkan bersama empat orang itu. Kami tak pernah merencanakan suatu hal dan mengerjakannya tanpa mengajak salah satu dari kami berlima (aku dan empat temanku). Jika temanku senang maka aku harus senang, begitupun sebaliknya.

Sialnya, hal itu tertanam dalam benakku hingga kini. Program kerja otak yang ada dibalik tengkorakku telah menjadikan itu sebagai rules, sebagai aturan keharusan—yang kupahami—dalam sebuah pertemanan. Jadi, ketika aku melihat ada sebagian orang yang sudah benar-benar kuanggap sebagai teman mengadakan suatu acara, berkumpul dan bercerita, merasakan kesenagan bersama tanpa mengajakku, otakku akan berkata bahwa itu bukan hal yang wajar, aku akan berpikir bahwa itu adalah penyimpangan, serong dari lurusnya pertemanan.

Coba perhatikan gambar ini:


Yah, ini pernah aku bahas. Ini adalah masa lalu yang baru kupahami. Kalian bisa menyimpulkannya?

Biarkan sedikit kuberi penjelasan.
Gambar diatas adalah sebuah lingkaran. Lingkaran yang berbasis pixel. Ketika aku melakukan zoom in pada garis lingkaran tersebut, tampaklah elemen dasar yang menjadi pembentuk sebuah gambar garis lengkung yang terhubung itu. Ya, itu terlihat seperti kumpulan gambar persegi. Kotak. Itu kotak dalam lingkaran.

Memang berlebihan jika waktu kejadian ini berlangsung aku menyebut kalian seperti ingus yang terpisah dan mengeras di dalam hidung. Tahapan itu terlalu jauh, lendir/ingus yang mengeras dalam hidung hingga akhirnya dikeluarkan oleh si pemilik hidung tidak mungkin bisa kembali dan menyatu menjadi salah satu pelindung dan penyaring udara di dalam sebuah rongga-hidung. Pernyataanku seperti diatas, sungguh tak sesuai.

Namun jika ku bilang kita adalah kotak dalam lingkaran, itu ada benarnya. Bukan hanya kalian, tapi kita, kita semua adalah sebuah kotak dalam lingkaran. Kita adalah sebuah pixel dalam gambar non-vektor. Masing-masing dari kita adalah sebuah garis yang saling terhubung hingga menjadi sebuah bentuk. Kita adalah lima belas anak manusia yang ditakdirkan menjadi kuat dan berani, menjadi Abhinaya Sakti.

Pemikiranku saat itu, masalah pemikiran yang baru kusadari saat ini ternyata adalah sebuah keluaran dari penghasil perasaan pada manusia. Perasaan itu aku sebut dengan (jujur aku sangat malu mengakuinya) “cemburu”. Aku akan merasa cemburu jika orang-orang yang ku anggap sebagai teman berkumpul dan bersenang-senang sedangkan aku sendiri merasakan bosan.
Hari ini (hari dimana aku menulis catatan ini), aku sadar bahwa ternyata itu adalah sebuah kesalahan berpikir atau kesalahan pemikiran.
Sistem Pertemanan
Ternyata menurut pengertianku, sistem pertemanan itu mengalami evolusi tergantung seberapa banyak yang kau anggap sebagai teman dan seberapa luas jangkauan pertemanan tersebut. Seperti rumus penghitungan peluang dalam matematika. Semakin banyak subjek yang terlibat, semakin banyak pula kemungkinan kombinasi diantaranya. Hal ini tidak bisa di samakan dengan pertemanan kecilku tempo dulu (yang kuharap hingga kini) dimana jumlah orang tersebut dan jaringan atau jangkauan pertemanannya sempit hingga memungkinkan adanya saling ketergantungan satu sama lain, jika diibaratkan setiap orang/garis disini hanya terikat pada sebuah bentuk, tak lebih.

Dalam pertemananku saat ini, memungkinkan setiap anggotanya memiliki pertemanan lain yang bisa jadi itu lebih jelas bentuknya dan lebih kuat ikatannya atau setiap garis disini sudah menjadi bagian dari sebuah bentuk namun meyatukan sisi lainnya ke bentuk yang sekarang ini. Akibatnya garis tersebut bisa berbentuk yang mana saja.

Hal lainnya yang berlaku disini adalah kedekatan antar individu, sudut dari sebuah bentuk atau ikatan dari setiap ujung garis. Untuk membuat sebuah bentuk, tiap ujung garis harus terhubung. Tak mungkin sebuah garis memiliki banyak ujung, garis hanya memiliki dua ujung. Jadi, sebuah garis disini hanya bisa terhubung secara langsung (erat dan dekat) dengan maksimal dua garis lain dengan kemungkinan jika ada empat buah garis (A,B,C,D) yang saling terhubung, kemudian satu garis (D) menghilang atau memilih menjadi bentuk lain, maka tiga garis yang masih terikat masih bisa menjadi suatu bentuk, garis A jadi dekat dengan garis C.
Catatannya, semakin jauh jarak antar garis, semakin jarang ia bisa bertemu. Misalnya, jika ada enam orang yang berteman (A,B,C,D,E,F) kemungkinan paling besar untuk memastikan D bertemu/diajak oleh A adalah ketika ada dua garis/orang yang memilih tidak bergabung (BC,BE,FB,CE,CF, atau EF).


Benarkah seperti itu?
Ah sudahlah, mengapa aku jadi membahas soal garis dan bentuk? Anak Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam lebih pantas menggunakannya. Terlebih lagi, aku tak bermaksud membuat tulisan ilmiah. Ini hanya suatu hal yang baru aku pahami (menurut pemahaman sendiri) tentang pertemanan. Tak apa jika kalian tak mempedulikannya.

Hmm, apa aku terlalu serius menuliskan ini? Entahlah, itu mengalir begitu saja.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.