Sedikit tentang Penyesalan


Permintaan maaf terbuka.
(Catatan pribadi, tak perlu dibaca jika merasa terganggu)
Masa SMA adalah masa dimana persahabatan dan perjuangan berpadu dengan kebebasan berekspresi dan waktu luang. Banyak yang bisa diwujudkan meski masih terbatas uang yang bisa dikeluarkan. Namun asyiknya lagi, uang yang bisa kita habiskan biasanya tak butuh perjuangan yang ekstra keras, bahkan sebagian dari anak masa sekolah berseragam putih-biru itu sudah mendapat jaminan keuangan dari ayah atau ibunya. Rasanya menyenangkan berada di masa-masa itu.

Di sekolahku, aku memang tak memiliki terlalu banyak teman dekat, hanya beberapa saja. Diantaranya yang paling dekat denganku adalah 2 orang pemuda popular di sekolah 3 kelas yang lulus tahun 2014, ditambah satu orang lagi yang sama-sama popular karena kesetiaan sekaligus capnya sebagai—mungkin—playboy. Suatu saat nanti akan kutuliskan tentang mereka.

Semenjak SD aku tak pernah bisa dekat dan berteman akrab dengan seorang perempuan. Mungkin aku berteman dengan mereka, teman satu sekolah. Tapi aku merasa tak pernah bisa akrab dengan salah satu dari mereka, apalagi hingga bisa bercanda di dunia nyata.
Mayang Dewi
Ketika memasuki SMA dan masuk di keorganisasian Pramuka disana, aku mulai mengenal beberapa orang perempuan khususnya yang masuk di organisasi yang sama. Diantara beberapa yang berteman denganku, aku rasa ada yang kuanggap paling dekat denganku, namanya Mayang Dewi. Aku rasa dekat karena kami benar-benar dekat. Dekat dalam artian sesungguhnya.
Bagaimana tidak, rumahku dengannya hanya berjarak sekitar 200 meter saja. Kadangkala ayahnya mengajakku berangkat atau pulang bersama dengannya jikalau suatu saat mereka—ayahnya & Mayang—berpapasan denganku di jalan sementara aku sedang berjalan kaki. Tak ada yang lebih antara—yang kurasa—kedekatanku dengannya selain karena jarak rumahnya itu. Benar-benar tak ada yang lebih.

Setelah lulus aku baru sadar tentang betapa mengganggunya diriku sebagai seorang teman, saking mengganggunya aku nyaris masuk ke wilayah privasinya. Ahh betapa bodohnya diriku saat itu. Ini juga menyangkut privasi diriku, jadi mengingat akan adanya kemungkinan pembaca yang tidak bertanggungjawab ('cabe' Abhinaya Sakti mungkin) dan dikhawatirkan terjadi kekacauan social untuk diriku, aku tak bisa mengisahkan gangguan apa yang telah ku lakukan pada temanku Mayang ini, yang bisa kutegaskan disini secara garis besar aku mengganggunya dengan terus menebar terror padanya tentang sahabat satu kelasnya. Aku merasa dekat dengan Mayang tapi jika aku sedang—sedikit—mendapat perbincangan dengannya aku tak pernah membahas tentang dirinya, justru aku malah membahas tentang diriku sendiri, sangat egois. Namun entah mengapa ia selalu saja mendengarkanku dengan ekspresi yang tak bisa kutebak saat itu, terlihat santai-santai saja. Tapi sekarang aku sadar kelakuan seperti itu sangat mengganggu. Maaf.

Sweet Couple Kiki dan Siti
Catatan awal tahunku tentang sahabat SMA-ku ini aku khususkan pada pembahasan tentang ketidak-setiaanku. Aku katakan demikian karena aku memang seperti itu. Alasannya begini, sudah ada lebih dari tiga undangan pernikahan yang secara khusus benar-benar ditujukan untukku. Jumlah itu hanya dari orang-orang yang kukenal dekat, lebih dari sekedar teman. Namun yang jadi masalahnya ialah, aku tak pernah sekalipun hadir memenuhi undangan itu. Aku selalu membuat alibi-alibi untuk menghindarkanku menghadiri syukuran pernikahan mereka, yang paling aku sesalkan adalah pernikahan teman dekatku—yang sudah kuuraikan sedikit kisahnya diatas—Mayang dan sepasang kekasih semenjak SMA yang keduanya aku kenal baik, Kiki Ariwijaya dan Siti Nurjannah.

Penyesalan memang selalu datang di akhir. Sekarang aku benar-benar menyesal karena aku tak bisa menghadiri acara yang—aku do’akan—hanya terjadi sekali, seumur hidup mereka! Sekali seumur hidup! Dan aku tak datang? Parah!

Mungkin memang ketidak hadiranku ini masih bisa tertutupi oleh perasaan bahagia mereka pada saat itu. Tapi, kadangkala banyak orang yang berpikiran “ahh, untuk apa memenuhi undangannya? Toh dia pun gak hadir ke undanganku.” Aargh!
Meskipun aku tahu mereka tak mungkin seperti itu, tetap saja ini bukti ketidaksetia-kawananku yang secara jelas ditunjukkan olehku.

Hasilnya, sekarang aku menjadi malu bahkan sekedar untuk berpapasan dengan mereka, apalagi untuk berbincang lagi dengan mereka. Maaf, beribu maaf, benar-benar maaf.
Meski begitu percayalah do’aku selalu tertuju untuk kalian teman-temanku yang sudah melepas masa lajang, semoga kalian menjadi keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah, dikaruniai keturunan yang sholeh dan sholehah dan semoga kita semua bisa bertemu kembali di surga-Nya. Aamiin.

Sekali lagi maafkan temanmu ini yang (bisa jadi, tapi kuharap tidak) terlupakan karena tak ada gambaran di album foto sekali seumur hidup kalian. Maafkan.
Untuk teman-teman SMA-ku yang lain (eh maaf! Dari tadi aku salah, bukan hanya teman SMA tapi cukup teman (tak ada batas waktu)) kalian yang belum jadi milik orang atau memiliki orang, aku pasti akan hadir di saat-saat istimewa kalian.
Diantos undanganna, kangge nu tereh janten ibu-ibu tah.. J

Satu kalimat terakhir, masih merasa tak enak dengan perempuan yang bernama Mayang Dewi yang sekarang sudah menjadi Ratu di hati Raja-nya, dan sweet couple Kiki-Siti yang sudah memiliki pangeran pewaris tahta kerajaannya, juga teman-teman lain yang sudah mengundangku ke pestanya, terutama DIPONEGORO-R.A.KARTINI. Hapunten pisannya. L

Foto Siti Nurjanah. 

Foto Siti Nurjanah.
Kiki dan putra pertamanya
Foto Mhaiiankz Dhewiethea Pngnjdiistrisolehah.
Foto Mhaiiankz Dhewiethea Pngnjdiistrisolehah.
Pernikahan Mayang, semua teman dekatku hadir. Where am i..??































Fotonya dari akun Facebook yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.